Masa lalu
Masa? Lalu
Hidup itu sebentar. Yang bikin lama
itu masa lalunya. Kadang kita lupa, atau bahkan pura-pura lupa sama masa lalu.
Bukan karena kemauan sendiri, tapi karena kebanyakan quotes maksa kita buat cepet move
on. Move on itu baik, move on itu bener, tapi kadang kita
salah mengartikan. Sama aja kayak memaafkan. Memaafkan bukan berarti kita
melupakan, tapi kita dengan ikhlas memaafkan. Pada dasarnya pun sebenarnya, move on adalah proses memaafkan.
Memaafkan masa lalu yang telah kita buat dengan sesuatu ataupun orang lain.
Kita harus tahu kalau mengingat masa
lalu itu penting. Proses memaafkan gak bakal
berjalan tanpa adanya ingatan tentang kesalahan yang telah terjadi. Kalau
kalian cuma gamau inget-inget suatu kejadian biar ga kesel, itu namanya bukan
memaafkan, itu namanya melupakan. Bagaimana bisa memaafkan kalau kita belum tau
akar masalahnya? Bagaimana bisa menyelesaikan perkara kalo ngga tau akar perkaranya
apa? Itulah mengapa kita harus cerdik dalam segala situasi demi terselesaikannya
sebuah masalah.
Setelah sekian lama punya masalah,
gue sadar kalau ternyata gue cuma berusaha melupakan hal tersebut. Kesibukan
yang gue buat semata-mata adalah alat untuk gue agar gue tidak mengingat apa
yang gue gamau ingat. Gue sadar, gue salah besar, karena ketika ada sesuatu
atau seseorang yang membuka kembali kenangan lama itu, semua kekesalan yang ada
di rongga hati gue seakan berdesakan untuk keluar. Siap untuk menghancurkan
diri gue sendiri.
Baru kemarin, teman lama, yang masih
teman, tiba-tiba menelpon gue. Cerita yang dibicarakan tidak jauh-jauh dari
kehidupan lama kita. Mulai dari fisik, prestasi, sekolah, mantan, hingga
mantannya mantan pacar tidak luput kami bicarakan. Padahal pembicaraan kami
cukup singkat, tidak memakan terlalu banyak waktu. Mungkin hanya berkisar satu
sampai dua jam. Tapi percakapan ini rasanya terlalu banyak membuka kekesalanku
selama ini. Layaknya luka yang hampir sekali kering tiba-tiba tergores kembali.
“gimana kabar si andi? Kalo si
budi?” “Baik baik..” eh lo inget ga sih dulu kan lo pernah deket sama budi!”
“ah yaampun gue sampe lupa” “iya dulu gue bahkan hampir mau comblangin lo sama
dia. Dia udah curhat ke gua soalnya dulu”. Percakapan demi percakapan hingga,
“tapi kan dulu sebelom pacaran sama lo si andi suka curhat tentang cewe lain ke
gua”. “Hahaha gila sampah banget andi ya”. Gue terkesiap. Hal yang selama ini
gue usahakan agar tidak dibicarakan akhirnya terkuak juga. Percakapan masih
terus berlanjut, tapi gue sudah kurang bersemangat meskipun ke stabilan suara
harus tetap gue jaga. Setidaknya gue berusaha agar tidak mengecewakan temen gue
itu. Dua jam pun berlalu, telepon sudah gue matikan dan gue menghela napas. Gue
jatuh terhenyak diatas tempat tidur.
Otak dan perasaan gue terasa penuh.
Gue ga tau apa yang harus gue pikirkan setelah itu. Hingga sampai setengah jam
kemudian, mungkin karena pikiran gue terasa terlalu penuh, gue perlahan mulai
lupa kembali. Bahkan gue sudah lupa apa saja yang baru gue bicarakan dengan temen gue tadi. Hati gue stabil kembali. Rasanya luka-luka tadi mungkin sudah menutup
kembali. Pikiran gue jauh melayang. Gue berusaha lagi mengingat kembali
kebodohan-kebodohan yang telah terjadi.
Satu persatu, kejadian-kejadian masa lalu terbuka dengan
rapi di pikiran gue yang sudah kembali normal. Ketololan gue. Ketololan orang
yang mungkin pernah gue sayang. Semuanya bercampur. Tapi masa lalu tetaplah
masa lalu. Kurun waktu tiga tahun setelah masa sekolah dulu bukanlah waktu yang
singkat untuk menciptakan masa lalu baru. Gue yakin setiap harinya, orang
berubah, kebiasaan, jalanan, dan bahkan dunia pun berubah,
Mungkin kita memang punya masa lalu.
Entah itu buruk entah itu indah, entah itu jahat entah itu baik. Masa lalu akan
tetap selalu ada. Dia ada bukan untuk disesali. Dia ada untuk dimengerti, untuk
dipahami, untuk diperbaiki. Masa lalu mempunyai pengaruh besar terhadap hidup
kita kedepannya. Dan semua itu ada agar kita mampu merakit masa lalu baru yang
baik, masa lalu yang indah, dan yang nyaman untuk kelak kita kenang.
Komentar
Posting Komentar