Roti Keju
Roti Keju
Sosok besar itu tiba-tiba sudah berada di hadapanku yang sedang berkonsentrasi mencatat materi biologi yang sedari tadi di tulis di papan oleh wali kelasku. “Nilai andre kan turun gara-gara pacaran sama siska” teriakan itu memekak di telingaku. Sedetik pertama semua anak diam kemudian tertawa habis-habisan di belakangku. Aku diam saja. Wajahku berkerut. Aku menatap anak-anak sekongkolan ryan, anak yang besar tadi. “maap sis”, ucap danu dan synthia sambil senyum-senyum. Aku diam saja. Sudah kuduga ini kerjaan anak-anak itu. Ya, di setiap sekolah pasti ada saja kan sekelompok anak-anak nakal yang suka berulah dan mencari perhatian. Padahal baru saja tadi mereka menyembunyikan tasku namun aku bertindak seolah tak perduli, mungkin ini adalah lanjutan kegiatan “mencari perhatian” mereka. Ku geleng-gelengkan kepalaku seraya menatap kedua teman di belakang tempat dudukku, serena dan felix. Felix hanya tertawa-tawa saja, aku tau ia hanya bersenang senang. “Kata-kata ryan itu becanda tapi bener”, serena menimpali. “Oooo kayak salah tapi bener gitu ya?”, Tanya felix yang masih cekikikan. Kemudian mereka berdebat. Tidak penting ujarku dalam hati. Tak kusangka serena pun seakan menyalahkanku. Rasa kesal memenuhiku. Huh mereka ini sudah 17, sudah punya ktp, masih pantaskah berperilaku seperti ini?
Siang ini mobil antar jemput terasa sangat panas seperti menggambarkan perasaan yang sedang kurasakan. Berkali aku mendumel dalam hati. Berpikir dewasa. Berpikir dewasa. Berpikir dewasa. Bolak balik aku membuka diary di hape berbasis androidku. Sudah ada sederet kata “berpikir dewasa” disana. Kalo di pikir-pikir aku juga pernah ada di posisi mereka. Aku tau mereka hanya mencari perhatian kepadaku yang mungkin sudah jarang bermain dengan mereka. Tapi aku tidak suka cara seperti itu. Aku mengerti ini negara demokrasi. Aku pun menerima pendapat mereka. Tak pernah sekalipun aku menyalahkan pendapat atau kepercayaan seseorang adalah salah, karena di dunia ini sendiri tak ada yang betul-betul benar bukan? Tak ada kebenaran yang pasti. Tak kusadari mobil antar-jemputku sudah berhenti di depan rumah. Buru-buru aku turun dan masuk ke dalam rumah. Tekadku bulat untuk membiarkan kejadian ini ku simpan sendiri.
***
Tugas yang menumpuk selama di kelas 12 membuatku sibuk berada di depan laptop. Kubuka-buka data yang ada untuk menyelesaikan tugas laporan biologi, tak lupa aku membuka referensi dari buku dan internet juga tak lupa memanggang roti keju kesukaanku. Tapi tak seperti biasanya jaringan modemku agak lemot. Ku ingat waktu di smp dulu aku juga pernah mengkopi data semacam ini untuk makalah. Aku sibuk membuka-buka semua file yang ada. Mataku terhenti di sebuah folder foto. Warnanya menarik. Aku membukanya. Foto-fotoku semasa smp. Banyak sekali aku sampai bingung mau buka yang mana terlebih dahulu. “Girls Club” ku klik dua kali di foldernya. Terbuka. Kuperhatikan foto-foto itu. Bahagia, bahagia, ada anak itu, ada serena dan synthia. Ada lagi 5 lainnya. Why it ran so fast? Melihat foto-foto mereka membuatku perlahan tersenyum memaafkan kesalahan mereka tadi. Aku menyayangi mereka. Lagi, bagaimana aku mencintai Tuhan tanpa aku mencintai mereka? Bau gosong menyentuh indra penciumanku. Roti!!! Aku berlari ke dapur. Roti kejuku sudah gosong. Buru-buru aku mematikan kompor sembari memotong roti dan membawanya ke ruang belajar. Keju yang lumer. Kesukaanku. Kembali kulihat foto-foto itu. Kali ini foto-foto bersama anak-anak nakal yang tadi menjahiliku, ya mereka semua teman dekatku. Dulu. Sangat dekat. Kemana-mana selalu bersama juga dengan synthia dan serena. Setiap hari setiap waktu tak ada kata tidak berkomunikasi dengan mereka. Roti keju itu terasa lezat di mulut. Ku geser-geser lagi foto-foto itu. Rotiku sudah habis. Begitu pula foto itu sudah sampai di foto terakhirnya. Perlahan roti keju yang kumakan itu sudah mulai tak ada rasanya. Lemaknya tertinggal di langit-langit mulutku. Seperti kenangan itu. Melekat kuat di sepanjang perjalanan hidupku dengan rasa yang aneh
Komentar
Posting Komentar